10/28/2016

Melukis Pesona Kearifan Budaya Lokal Jawa Tengah

Melukis Pesona Kearifan Budaya Lokal Jawa Tengah 

Suara talu gamelan dan kendang sayup-sayup terdengar ketika memasuki desaku nan sejuk di bawah kaki gunung ungaran, sekejab alunan tersebut membawa kepingan masa kecil saya dimana sering sekali melihat pertunjukan kuda lumping dan reog, para penari dengan dandanan yang aneh, aneka warna slendang yang menghiasi jaran kepang (kuda lumping),ada kuning, hijau, biru berhiaskan dengan manik-manik warna emas, atau juga kumis tebal buatan yang menempel di wajah penari prianya, sungguh kagum pertunjukan tersebut menghiasi pandangan mata kecil saya. 

 
Kuda Lumping di Kampungku


Ditengah-tengah lapangan kuda lumping itu dipertunjukkan, dengan pengeras suara yang lantang, membuat seluruh penjuru desa mendengar ketika gamelan dimainkan, begitu keras sehingga tanpa sadar kaki kecil saya ikut melompat -lompat kegirangan karena sebentar lagi akan melihat orang kesurupan. 

Apalagi jajan pasarnya sangat menggoda lidah, tak urung saya sering merengek meminta jatah lebih sekedar ingin membeli cethil dan cethot, makanan terbuat dari ketan dengan cairan gula di dalamnya, taburan kelapa diatasnya membuat lidah saya tak tertahan ingin segera mencicipinya. Apalagi kalau melihat ada cucur, mendoan, ondhe-ondhe, rasaya saya tenggelam dilautan kuliner, sebagian dari makanan desa yang sangat mengundang selera makan perut kecil saya 20 tahun silam.

Lama berselang, ternyata kenangan tersebut yang membuat saya rindu untuk selalu pulang ke kampung halaman, ada secercah energi yang tersimpan yang membuat saya selalu menyunggingkan senyum apabila mengingatnya, sebuah gubug di pinggiran desa, yang penduduknya selalu menyapa dengan ramah ketika saya tiba. Udaranya tetap sejuk, dipagi hari selalu terlihat kabut tipis yang menghiasai wajah teras rumah orang tuaku. 
Penampakan Gunung Ungaran dari Kampungku

Desaku, yang terletak kaki gunung ungaran menjadi sebuah goresan kecil di kanvas tanah Jawa Tengah ini sebuah lukisan indah tergambar jika kita mampu mengangkat kearifan budaya lokal  yang ada di jawa tengah ini. Mulai dari sekelumit budaya yang ada di pelosok pedesaan, lihatlah Dieng, potongan kecil dari ribuan kekayaan budaya jawa tengah, dengan ritual potong rambut gimbalnya, sekarang Dieng menjadi sebuah nama yang tidak asing di telinga para pencari kekaguman, sebuah pemandangan yang menjadi perhatian bukan hanya dari penduduk lokal, melainkan juga perhatian dari mata dunia. Pemandangan yang mempesona hati ternyata bukan datang dari tingginya kemajuan teknologi atau perkembangan peradaban masyarakatnya saja, namun dibentuk dari kearifan budaya yang dipelihara secara turun menurun. Dan sejatinya di Jawa Tengah tersebar "dieng-dieng" yang lain, yang siap menyuguhkan keanggunan alam dan budayanya.

Dah Jadul banget neh poto sama temen kuliah di Dieng

Apalagi kalau kita melihat batuan candi-candi yang ada di jawa tengah, kita akan melihat keagungan peradaban masa silam, begitu beragam dengan sejuta pesonanya membuat saya selalu bertanya, di jaman apakah saya hidup sekarang ini? goresan cerita yang tergambar di bebatuan itu seakan mengingatkan dari manakah sesungguhnya kita berasal.

Bukankah kita punya Candi Borobudur, peninggalan leluhur yang patut kita banggakan, yang saya baca dari buku-buku sejarah, Candi nan megah ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan sang pencipta sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan.
Gaya perenungan di Candi Borobudur

Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir  atau Piramida Teotihuacan di Meksiko, Candi Borobudur merupakan versi lain dari bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun. Sungguh bangga saya berada di tanah Jawa ini. Namun sekali lagi, Borobudur hanya sepotong keindahan dari Jawa Tengah, tengoklah candi - candi yang tersebar di tanah Jawa Tengah ini, pasti saya dan anda akan  berdecak kagum dibuatnya.


Apalagi kalau ingat Karimunjawa, spot yang satu ini membuat saya sejenak melupakan segala hiruk pikuk pekerjaan yang saya hadapi, hamparan pasirnya membuat saya ingin beguling-guling bagai anak kecil, nyiur melambai ditemani jernihnya air laut menambah lengkapnya kebahagiaan para pengunjungnya, ketika angin lembut menghampiri wajah, seakan saya dibuai oleh kelembutan sang pertiwi. Sungguh damai jika kita berkunjung di pulau ini, pesonanya tak akan terlupakan

Mau ke penginapan nie...
 

Jawa Tengah sangat berpotensi menjadi penggagas pariwisata kebudayaan, dimana keindahan alam semesta berpadu dengan sejarah masyarakatnya. 

Jawa Tengah dengan 29 Kabupaten dan 6 Kota Madyanya sangat kaya dengan kearifan budaya lokal, seperti butiran mutiara yang bertebaran  dimana-mana, kewajiban kitalah untuk menguntainya menjadi hiasan lukisan nyata yang menawan diatas tanah leluhur tercinta.


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah

Mengenai Saya